KPK Dalami Peran DW dalam Suap Pengurusan Paspor
Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa 36 saksi terkait tindak pidana korupsi suap dalam pengurusan paspor dengan metode "reach out" dan "calling visa" dengan tersangka Dwi Widodo.
"Kami periksa 36 orang hari ini (Rabu) di kantor Kedutaan Besar Republik Indonesi di Kuala Lumpur, total selama tiga hari kami sudah periksa sekitar 70 saksi di sana," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu (8/3/2017).
Menurut Febri, KPK akan terus mendalami peran dari tersangka Dwi Widodo dalam proses pengurusan paspor dengan metode "reach out" dan "calling visa" tersebut.
"Jadi, itu yang kami dalami karena lokasinya memang di Malaysia tentu kami perlu lakukan pemeriksaan di sana dan KPK juga bekerja sama dengan Lembaga Anti-Korupsi Malaysia (Malaysia Anti-Corruption Commission/MACC) untuk penanganan perkara ini," tuturnya.
Sebelumnya, Atase Imigrasi pada Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur, Malaysia, Dwi Widodo ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi suap terkait proses penerbitan paspor RI dengan metode reach out tahun 2016 dan proses penerbitan calling visa tahun 2013-2016.
KPK sendiri sudah memeriksa Dwi Widodo sebanyak dua kali masing-masing pada Selasa (7/2) dan Senin (27/2).
"Kami akan lebih mendalami peran tersangka dalam pengurusan paspor dengan metode "reach out" dan "calling visa" sebagaimana disangkakan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (27/2).
Berdasarkan pengembangan penyelidikan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi suap terkait proses penerbitan paspor RI dengan metode 'reach out' tahun 2016 dan proses penerbitan 'calling visa' tahun 2013-2016," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa (7/2).
KPK menetapkan Atase Imigrasi pada Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur, Malaysia, Dwi Widodo sebagai tersangka kasus tersebut.
"DW selaku penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) yang menjabat atase imigrasi pada Kedubes RI di Kuala Lumpur yang diduga menerima suap Rp1 miliar dalam penerbitan paspor dengan metode 'reach out' dan penerbitan 'calling visa'," tambah Febri.
Dwi disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
"Modus yang dilakukan tersangka adalah meminta pihak agen perusahaan atau makelar untuk memberikan sejumlah uang atas pembuatan paspor bagi Warga Negara Indonesia (WNI) di Malaysia yang hilang atau rusak yang diterbitkan melalui metode 'reach out' dan melakukan pungutan yang melebihi tarif resmi terkait penerbitan 'calling visa'," ungkap Febri.
Dwi juga diduga meminta kepada pihak agen yang menjadi kuasa atau penjamin warga negara asing (WNA) untuk mengirimkan sejumlah uang ke rekening pribadinya sebagai imbalan atas bantuan yang diberikannya.
Menurut Febri, pungutan liar (pungli) berupa pembuatan paspor yang hilang atau rusak bagi WNI di Malaysia itu memiliki dua cara yaitu pertama melalui mekanisme biasa di mana pemohon paspor datang langsung ke KBRI pada hari dan jam kerja, atau kedua melalui mekanisme "reach out" yaitu pihak imigrasi KBRI yang mendatangi pemohon di lokasi yang berada di luar KBRI. "Reach Out" ini dilakukan di luar hari dan jam kerja.
"Terkait permohonan penerbitan "calling visa" yang membuat persetujuan bagi WNA untuk melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia. Dalam penerbitan visa ada beberapa negara yang termasuk kategori rawan antara lain Afghanistan, Nigeria, Niger, Kamerun, Pakistan dan Somalia sehingga WNA dari negara-negara tersebut harus mengajukan "calling visa" untuk bisa masuk ke Indonesia," jelas Febri. (Ant)
(责任编辑:探索)
- 5 Tips agar Rambut Kuat dan Bercahaya Tanpa Perlu Nyalon
- Mitos atau Fakta: Menstruasi Bisa Sinkron Saat Tinggal Bersama?
- Prabowo Perintahkan Kepala BNPB Gerak Cepat Tangani Banjir Pekalongan
- Jelang Batas Pemberkasan Paulus Tannos, KPK Harap ada Kabar Baik dari Pemerintahan Singapura
- 5 Tanda Supermarket yang Kamu Datangi Tidak Sehat
- Penderita Diabetes Bisa Makan Kurma? Simak Aturan Konsumsinya
- Prabowo Berniat Singkirkan Menteri yang Tak Kerja untuk Rakyat, Mensos Bilang Begini
- Studi Ungkap Tidur Setelah Tengah Malam Tingkatkan Risiko Diabetes
- Minum Air Hangat Sebelum Tidur, Apa Manfaatnya?
- NYALANG: Rona Mata di Pendar Cahaya
- Jelang Arus Mudik Lebaran 2025, Astra Tol Cipali Tingkatkan Kualitas Jalan
- Awal Ramadan Berpotensi Berbeda, Menag Beri Tenggapan
- Kota Wisata Ini Disambar Petir 58 Ribu Kali, Turis Kalang Kabut
- NYALANG: Rona Mata di Pendar Cahaya
- PPATK : Hingga 2023 Perputaran Uang Dalam Judi Online Mencapai Rp 327 Triliun
- Pemerintah Buka Opsi WFA untuk ASN, Pakar Kebijakan Publik: Tidak Boleh Gegabah
- Apakah Menyikat Gigi Bisa Membatalkan Puasa?
- Mbak Ita dan Suaminya Tak Kunjung Penuhi Panggilan KPK, Akan Dijemput Paksa?
- Cerita di Balik Gedung Mangkrak Tertinggi di Dunia, Digosipkan Angker
- Dirjen Pajak Resmi Terbitkan Aturan PPh Karyawan, Simak Syarat dan Ketentuannya