Tiket Pesawat Masih Mahal? Ini Alasan Garuda Usulkan Revisi Tarif Batas Atas

时间:2025-05-27 22:25:00 来源:quickq安卓版下载
Warta Ekonomi,quickq稳定版官网入口 Jakarta -

Harga tiket pesawat yang masih tinggi mendapat sorotan publik. PT Garuda Indonesia pun buka suara dan mengungkap tantangan berat yang dihadapi industri penerbangan nasional.

Direktur Utama Garuda Indonesia, Wamildan Tsani, mengungkap bahwa struktur biaya operasional maskapai telah berubah signifikan sejak tarif batas atas (TBA) terakhir dirumuskan pada 2019. Kenaikan harga bahan bakar avtur dan biaya perawatan menjadi faktor dominan.

Tiket Pesawat Masih Mahal? Ini Alasan Garuda Usulkan Revisi Tarif Batas Atas

Tiket Pesawat Masih Mahal? Ini Alasan Garuda Usulkan Revisi Tarif Batas Atas

“Sejak perumusan TBA terakhir tahun 2019, struktur biaya maskapai berubah signifikan, terutama dari sisi avtur dan maintenance,” ujar Wamildan dalam rapat bersama Komisi V DPR RI di Senayan, Jakarta, Senin (26/5/2025).

Tiket Pesawat Masih Mahal? Ini Alasan Garuda Usulkan Revisi Tarif Batas Atas

Baca Juga: Pemerintah Diskon Lagi Tarif Listrik Hingga Tiket Pesawat, Demi Genjot Ekonomi Kuartal II

Tiket Pesawat Masih Mahal? Ini Alasan Garuda Usulkan Revisi Tarif Batas Atas

Tak hanya itu, depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar 14–15 persen sejak 2019 juga memberikan tekanan besar pada beban operasional maskapai.

Ia mencontohkan rute penerbangan dari Cengkareng yang pada 2019 membutuhkan biaya sekitar Rp194 juta per penerbangan, kini melonjak jadi Rp269 juta. Lonjakan tersebut berasal dari biaya MRO (perawatan), bahan bakar, biaya pihak ketiga (seperti marketing dan ticketing), serta peningkatan upah minimum sebesar 35 persen sejak 2019.

“Kami hadapi margin keuntungan yang makin ketat. Penurunan load factor hanya 3–5 persen saja sudah sangat berdampak pada profit,” imbuhnya.

Baca Juga: Garuda Indonesia Kerahkan 13 Pesawat untuk Layani Penerbangan Haji 2025

Mayoritas komponen biaya Garuda juga berbasis dolar AS, seperti sewa pesawat, avtur, hingga perawatan pesawat. Maka dari itu, fluktuasi nilai tukar rupiah secara langsung menekan margin.

“Perubahan biaya variabel sebesar 5 persen saja bisa langsung membuat kinerja keuangan maskapai merugi,” jelas Wamildan.

Ia juga mengutip data analisis IATA yang menunjukkan bahwa sepanjang 2012 hingga 2019, hanya sektor maskapai yang tidak mengalami peningkatan margin keuntungan, bahkan sebelum pandemi terjadi.

Sebagai respons, Garuda Indonesia telah mengajukan usulan penyesuaian TBA kepada Kementerian Perhubungan. Usulan itu mencakup pendekatan perhitungan yang mempertimbangkan block hour(durasi penerbangan), bukan sekadar jarak, demi struktur tarif yang lebih adil dan sesuai realita biaya operasional saat ini.

推荐内容